- Home >
- Sejarah dan Hikayat >
- ABU NAWAS ISTANA DI AWANG-AWANG
Posted by : Machsada
Thursday, December 11, 2014
Abu Nawas belum kembali.
Kata istrinya ia bersama seorang Pendeta dan seorang Ahli Yoga sedang
melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini Baginda amat membutuhkan
bantuan Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini Baginda merencanakan
membangun istana di awang-awang. Karena sebagian dari raja-raja negeri
sahabat telah membangun bangunan-bangunan yang luar biasa.
Baginda tidak ingin
menunggu Abu Nawas lebih lama lagi. Beliau mengutus beberapa orang
kepercayaannya untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak berhasil
menemukan Abu Nawas kerena Abu Nawas ternyata sudah berada di rumah
ketika mereka baru berangkat.
Abu Nawas menghadap
Baginda Raja Harun Al Rasyid. Baginda amat riang. Saking gembiranya
beliau mengajak Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar menukar
cerita-cerita lucu, lalu Baginda mulai mengutarakan rencananya.
"Aku sangat ingin
membangun istana di awang-awang agar aku lebih terkenal di antara
raja-raja yang lain. Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud,
wahai Abu Nawas?"
"Tidak ada yang tidak
mungkin dilakukan di dunia ini Paduka yang mulia." kata Abu Nawas
berusaha mengikuti arah pembicaraan Baginda.
"Kalau menurut pendapatmu hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku serahkan sepenuhnya tugas ini kepadamu." kata Baginda puas.
Abu Nawas terperanjat.
la menyesal telah mengatakan kemungkinan mewujudkan istana di
awang-awang. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-kata yang telah
terlanjur didengar oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu
Abu Nawas beberapa minggu. Rasanya tak ada yang lebih berat bagi Abu
Nawas kecuali tugas yang diembannya sekarang. Jangankan membangun
istana di langit, membangun sebuah gubuk kecil pun sudah merupakan hal
yang mustahil dikerjakan. Hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya.
Begitu gumam Abu Nawas.
Hari-hari berlalu seperti
biasa. Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan bagaimana
membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar
istana di langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan
dihubung-hubungkan. Abu Nawas bahkan berusaha menjangkau masa
kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa dulu ia pernah bermain
layang-layang.
Dan inilah yang membuat
Abu Nawas girang. Abu Nawas tidak menyia-nyiakan waktu lagi. la
bersama beberapa kawannya merancang layang-layang raksasa berbentuk
persegi empat. Setelah rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu serta
jendela-jendela dan ornamen-ornamen lainnya.
Ketika semuanya selesai Abu Nawas dan kawan-kawannya menerbangkan layang-layang raksasa itu dari suatu tempat yang dirahasiakan.
Begitu layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa, penduduk negeri gempar.
Baginda Raja girang
bukan kepalang. Benarkah Abu Nawas berhasil membangun istana di
langit? Dengan tidak sabar beliau didampingi beberapa orang pengawal
bergegas menemui Abu Nawas.
Abu Nawas berkata dengan bangga. "Paduka yang mulia, istana pesanan Paduka telah rampung."
"Engkau benar-benar hebat wahai Abu Nawas." kata Baginda memuji Ab Nawas.
"Terima kasih Baginda
yang mulia." kata Abu Nawas "Lalu bagaimana caranya aku ke sana?"
tanya Baginda. "Dengan tambang, Paduka yang mulia." kata Abu Nawas.
"Kalau begitu siapkan tambang itu sekarang. Aku ingin segera melihat istanaku dari dekat." kata Baginda tidak sabar.
"Maafkan hamba Paduka
yang mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang itu. Sehingga seorang
kawan hamba tertinggal di sana dan tidak bisa turun." kata Abu Nawas.
"Bagaimana dengan engkau sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke bumi?" tanya Baginda.
"Dengan menggunakan sayap Paduka yang mulia." kata Abu Nawas dengan bangga.
"Kalau begitu buatkan aku sayap supaya aku bisa terbang ke sana." kata Baginda.
"Paduka yang mulia, sayap itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi." kata Abu Nawas menjelaskan.
"Engkau berani mengatakan aku gila sepertimu?" tanya Baginda sambil melotot.
"Ya, Baginda. Kurang lebih seperti itu." jawab Abu Nawas tangkas.
"Apa maksudmu?" tanya Baginda lagi.
"Baginda tahu bahwa
membangun istana di awang-awang adalah pekerjaan yang mustahil
dilaksanakan. Tetapi Baginda tetap menyuruh hamba mengerjakannya.
Sedangkan hamba juga tahu bahwa pekerjaan itu mustahil dikerjakan,
Tetapi hamba tetap menyanggupi titah Baginda yang tidak masuk akal
itu." kata Abu Nawas berusaha meyakinkan Baginda.
Tanpa menoleh Baginda
Raja kembali ke istana diiring para pengawalnya. Abu Nawas berdiri
sendirian sambi memandang ke atas melihat istana terapung di
awang-awang.
"Sebenarnya siapa diantara kita yang gila?" tanya Baginda mulai jengkel.
"Hamba kira kita berdua sama-sama tidak waras Tuanku." jawab Abu Nawas tanpa ragu. (Kabarislam.com)