- Home >
- Biografi Tokoh dan Ulama , Info dan Pengetahuan , Sejarah dan Hikayat >
- SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN DARUSSALAM-MARTAPURA
Posted by : Machsada
Monday, December 8, 2014
SEJARAH PERKEMBANGAN
PONDOK PESANTREN DARUSSALAM-MARTAPURA
A.
Latar Belakang
Kota Martapura
ibukota kabupaten Banjar Kalimantan Selatan adalah kota tua bekas ibukota Kerajaan
Islam Banjar yang pernah berdiri pada abad ke-15 sampai berakhir pada abad ke
19. Bagi masyarakat Banjar kota ini memiliki sejarah relijiusitas yang mendalam
dimana dilahirkan di kota ini ulama-ulama besar yang menjadikan kota ini
sebagai pusat penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru tanah Banjar bahkan ke peosok
Pulau Kalimantan. Ulama besar yang dikenal seperti Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjary dengan didukung oleh Sultan Banjar mendirikan suatu lembaga pendidikan
pesantren di desa Dalam Pagar Martapura yang berhasil melahirkan banyak ulama
dan da’i yang kemudian atas perintah Beliau menyebar ke seluruh penjuru
Kalimantan untuk menyebarluaskan syiar agama Islam.
Momen yang amat
penting terjadi pada permulaan abad ke-19 dimana ide-ide pembaharuan dari
Jamaluddin Al Afghani dan pembaharu-pembaharu lainnya telah sampai di Nusantara
tidak terkecuali di Martapura. Persatuan bangsa Indonesia udah mulai terwujud,
antara lain dengan telah terbentuknya Syarikat Dagang Islam (SDI). Pada waktu
ini pendidikan dan pengajaran Islam masih berwujud tradisional, masih
berlangsung di mushalla/surau atau di rumah tuan guru/ulama, namun ide-ide
pemabaharuan pendidikan sudah dirasakan oleh para tuan guru/ulama tersebut.
Dorongan untuk melakukan pembaruan semakin menguat manakala pemerintah kolonial
Belanda mendirikan sekolah-sekolah umum yang tujuannya untuk mengokohkan
kepentingan kolonial dan missi kristenisasi yang terselubung. Puncaknya terjadi
pada hari Selasa tanggal 20 Sya’ban 1332 H./14 Juli 1914 M dengan dimotori oleh
KH. Djamaluddin, salah seorang ulama terkemuka atas hajat masyarakat Islam dan
mufakat dari para ulama, zu’ama, tokoh masyarakat, dan hartawan diprakarsai
berdirinya lembaga pendidikan Islam dengan nama “Madrasah Darussalam” di
kampong Pasayangan Martapura. Madrasah yang kemudian berkembang menjadi
pesantren ini memiliki peran penting bagi sejarah perkembangan Islam di
Kalimantan Selatan dan menjadi acuan bagi perkembangan madrasah/pesantren lain
yang berdiri kemudian di daerah tersebut. KH. Jamaluddin sendiri dikenal
sebagai pendiri sekaligus pimpinan pertama madrasah tersebut (1914 s/d 1919),
beliau dikenal pula sebagai presiden Syarikat Islam (SI) pada Onder Afdelling
Martapura yang meliputi wilayah yang sekarang ini adalah Kabupaten Banjar, Kabupaten
Barito Kuala, dan Kabupaten Tanah Laut. Ketika wafat beliau digantikan oleh KH.
Hasan Ahmad (1919 s/d 1922).
B. Perkembangan Pesantren
Pada awal
berdirinya, pesantren Darussalam tampil dengan sistem pengajaran
tradisional. Materi-materi yang
diajarkan terbatas hanya di bidang keagamaan.
Begitu pula, bangunan pesantren masih sangat sederhana yakni menempati
sebuah rumah yang berukuran 10 x 20 m yang dibeli dari seorang tionghoa
kemudian dirombak, ditambah dan disesuaikan sebagai madrasah pada waktu itu.
Kegiatan pengajaran dilakukan dengan cara halaqah, dimana para murid duduk
bersimpuh mengelilingi guru sambil mendengarkan materi keagamaan yang
diberikan. Pendidikan dan pengajaran semacam ini tidak mengenal kelas atau
batasan umur, anak-anak dan orang dewasa bercampur menjadi satu kelompok dengan
tanpa ada evaluasi belajar.
Perkembangan
pesantren Darussalam mengalami lompatan besar ketika pesantren dipimpin KH Kasyful Anwar, beliau menggantikan KH. Hasan Ahmad menjadi pimpinan pesantren
dari tahun 1922 hingga 1940. Pada
periode itulah, sejumlah pembaharuan dilakukan dalam rangka meningkatkan
pendidikan pesantren diantaranya ialah
mengganti nama Madrasah Islam Darussalam mejadi “Madrasatul ‘imad fi
Ta’limil Aulad Darussalam” selanjutnya Beliau melakukan pemugaran gedung lama
diganti gedung baru yang bertingkat semi permanen dengan bahan dasar kayu ulin. Gedung itu memiliki enam belas lokal, yang
digunakan baik sebagai ruang belajar maupun kantor.
Selain itu,
aspek terpenting dari pembaharuan yang dilakukan KH. Kasyful Anwar adalah
memperkenalkan sistem klasikal/ madrasah pada sistem pendidikan tradisional
dengan sistem kelas berjenjang. Mulai
dari Tahdiriyah selama 3 tahun, Ibtidaiyah 3 tahun, dan Tsanawiyah 3 tahun.
Untuk kepentingan pengajaran Beliau telah menetapkan kitab-kitab standard dan
mengarang beberapa kitab untuk menjadi acuan pelajaran yang diberikan di
madrasah itu. Selanjutnya KH. Kasyful Anwar dipandang sebagai mu’assis/pendiri
sistem pendidikan ala pesantren di PP. Darussalam Martapura.
Setelah
wafatnya KH. Kasyful Anwar (1940) beliau digantikan oleh KH. Abdul Qadir Hasan.
Pada periode ini terjadi pergolakan besar di Martapura dimana tentara Dai
Nippon (Jepang) menguasai Martapura dan mereka memaksa bangunan pesantren untuk
dijadikan asrama tentara pendudukan Jepang, namun oleh KH. Abdul Qadir Hasan
kegiatan belajar mengajar tetap diteruskan dengan menjadikan rumah-rumah para
guru sebagai kelas tempat belajar. Pada masa selanjutnya KH. Abdul Qadir Hasan
bersama murid-muridnya ikut berperan dalam pemulihan keamanan pasca revolusi
kemerdekaan.
Perkembangan
situasi tenang dan kondusif pasca revolusi membuat perkembangan pesantren
Darussalam menjadi sangat pesat. Selanjutnya Pesantren Darussalam dipimpin
berturut-turut oleh KH. Anang Sya’rani Arief (1959 s/d 1969) dan KH. Salim
Ma’ruf (1969 s/d 1976). Perkembangan fisik terlihat pada perbaikan bangunan
fisik dan bertambahnya jumlah guru dan santri yang berdatangan dari berbagai
penjuru daerah di Kalimantan. Perkembangan penting pada sistem pengajaran
terjadi dimana ditetapkan jenjang pendidikan tahdiriyah 2 tahun, awaliyah 4
tahun, tsanawiyah/wustha 3 tahun, dan aliyah/ulya 3 tahun. Disamping itu juga
dibentuk lembaga pendidikan khusus untuk mempersiapkan guru agama (semacam PGA)
yang disebut “Isti’dadul Mu’allimin” 6 tahun dengan memasukan pula
kurikulum pelajaran umum di dalamnya. Selain itu juga didirikan Fakultas
Syari’ah Darussalam sebagai tingkatan perguruan tinggi bagi santri yang sudah
lulus tingkatan aliyah/ulya. Pada periode ini pula dibentuk “majelis syuyukh”
yakni majelis para ulama/guru yang mengajar di Darussalam dimana dilaksanakan
pengajaran/pengajian khusus untuk para guru yang diasuh oleh pimpinan pesantren
dan musyawarah membahas berbagai persoalan di pesantren maupun di masyarakat.
Pada
perkembangan berikutnya periode kepemimpinan KH. Badruddin (1976 s/d 1992) . lembaga
pendidikan ini diresmikan namanya sebagai “Pondok Pesantren Darussalam
Martapura”. Pada periode ini modernisasi pesantren Darussalam terus berlangsung
sejalan dengan perkembangan masyarakat sekitar.
Kebutuhan masyarakat sekitar terhadap pendidikan yang makin beragam –
yang tidak hanya terbatas dibidang keagamaan – senantiasa memperoleh perhatian
yang sangat besar dari pengelola pesantren Darussalam. Oleh karena itu, saat ini pesantren
Darussalam tidak hanya mendirikan lembaga pendidikan Islam madrasah, tapi juga
lembaga pendidikan umum. Pesantren telah mendirikan SMP, SPP-SPMA (Sekolah
Pertanian yang menggunakan kurikulum dari Departemen Pertanian), dan STM/SMK
yang mengacu pada Depdiknas, serta memperbaharui Fakultas Syariah Darussalam
menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) dengan kurikulum Depag/IAIN. Untuk
kepentingan itu telah dibuka lokasi baru diatas tanah 10 Ha yakni di Jl.Perwira
Tanjung Rema Darat Martapura dijadikan kompleks gedung-gedung sekolah dan
asrama guru/santri milik pessantren Darussalam.
Periode
selanjutnya kepemimpinan KH. Abdussyukur (1992 s/d 2007) perkembangan
signifikan adalah pada bangunan fisik pesantren dimana telah direnovasi
bangunan lama peninggalan KH. Kasyful Anwar yang sebelumnya dua tingkat
berbahan dasar kayu ulin dirombak menjadi bangunan beton permanen setinggi tiga
tingkat. Disamping itu bangunan-bangunan baru juga telah didirikan baik di
lokasi lama maupun di lokasi baru kesemuanya itu dilakukan untuk mendukung
aktifitas belajar mengajar dan pelayanan bagi para “tholibul’ilmi” yang
jumlahnya telah mencapai puluhan ribu orang.
Pada periode
ini juga didirikan “Pesantren Tahfidz al-Qur’an Darusalam” yakni pesantren
khusus tempat menghafal dan mengkaji ilmu-ilmu al-Qur’an, dan “Fakultas
Fiqhiyah Ma’had Aly Darussalam” yakni perguruan tinggi setingkat diploma dengan
kajian khusus ilmu fiqih dan ushul fiqih dengan kurikulum pesantren. Disamping
itu, STIS Darussalam dengan kurikulum IAIN/Depag yang sebelumnya sudah ada
ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darussalam dengan
penambahan fakultas/jurusan baru, dan telah mendapatkan status
terkreditasi/diakui oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Setelah
wafatnya KH. Abdussyukur (2007) kepemimpinan Pesantren Darusalam diteruskan
oleh KH. Khalilurrahman. Pada periode ini telah dijajaki pengembangan pesantren
untuk kemajuan yang lebih baik dengan berusaha membenahi manajemen pesantren,
pengelolaan keuangan yang teratur dan profesional, serta koordinasi antar
tingkatan dan unit-unit lembaga pendidikan, dan sebagainya. Untuk itu telah
dilakukan upaya-upaya diantaranya ialah mengadakan studi banding bersama unsur
pimpinan dan guru-guru pesantren Darussalam ke PP. Darul Ulum Jombang Jawa
Timur (2009). Disamping itu juga dilakukan pembenahan terhadap organisasi dan tata
kelola Yayasan Pondok Pesantren Darussalam Martapura sebagai induk dari semua
unit-unit lembaga pendidikan Darussalam.
C.
Ciri Khas Pesantren
Sebagaimana pesantren pioneer
lainnya, pesantren Darussalam Martapura juga mengembangkan ciri khas/keunggulan
yang mendorong para santri untuk terus berdatangan kepara santri ke pesantren
ini. Adapun ciri khas pesantren ini
suasana belajar santri putra |
Suasana belajar santriwati |
- Kurikulum pesantren mengacu pada kitab kuning standar (kitab mu’tabarah) dan referensi yang sejalan dengan ahlussunnah wal jama’ah madzhab Syafi’i, sementara sekolah menggunakan sistem klasikal. Sebagaimana tradisi keilmuan klasik ala pesantren sistem pembelajaran menggunakan cara sorogan yakni guru membacakan kitab dan menjelaskan isinya santri menyimak dengan kitabnya masing dan men-dhobit berdasarkan penjelasan guru, dan wetonan yakni murid membacakan kitab bergantian dengan disimak oleh gurunya. Setiap khatam pembacaan kitab diberikan sanad ijazahnya oleh guru dan diadakan semacam acara selamatan.
- Berbeda dengan umumnya pesantren di pulau Jawa yang terpusat pada satu lokasi dengan asrama santri dan jadwal kegiatan yang diatur sedemikian rupa, Pesantren Darussalam tidak memiliki asrama khusus untuk santri maupun guru, para santri sepulang sekolah masing-masing kembali ke kediamannya dan mengatur jadwal sendiri untuk mendalami ilmu yang telah dipelajarinya di sekolah dengan mendatangi guru-guru yang membuka majelis ta’lim di rumahnya masing-masing.
- Pesantren memiliki hubungan sangat dekat dengan masyarakat (Community Based Institution), hal ini disebabkan lokasi pesantren yang berbaur di tengah pemukiman penduduk serta aktifitas pengajaran yang tidak terfokus di sekolah melainkan juga di rumah-rumah para guru yang menyebar di seputar kota Martapura (dengan membuka majelis ta’lim khusus atau yang terbuka untuk masyarakat umum). Banyaknya para santri dan masyarakat yang berlalu lalang seputar kota untuk sekolah dan mengaji menjadikan Martapura seolah menjadi pesantren besar.
D.
Penyelenggaraan Pendidikan
Masyarakat
Martapura pada umumnya dikenal sangat agamis, mereka sangat mendukung berbagai
kegiatan pesantren dan menjadikan guru Darussalam sebagai panutan dan pemimpin
acara keagamaan di masyarakat, sebaliknya sebagai bagian dari masyarakat
pesantren Darussalam tak bisa melepaskan keterkaitannya dengan masyarakat.
karena itu, dukungan tersebut selanjutnya disambut pesantren dengan mendirikan
berbagai lembaga pendidikan modern yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi
wilayah disamping tetap mempertahankan model pendidikan diniyah salafiyah.
Lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawahan naungan Pondok
Pesantren Darussalam tersebut adalah :
- .Diniyah Tahdiriyah,,yakni pendidikan diniyah tingkat dasar (2 tahun) dengan kurikulum pesantren.
- Diniyah Awwaliyah, yakni pendidikan diniyah dasar tingkat lanjut (4 tahun) dengan kurikulum pesantren.
- Diniyah Wustha, yakni pendidikan diniyah tingkat menengah (3 tahun) dengan kurikulum pesantren.
- Diniyah Ulya, yakni pendidikan diniyah tingkat atas (3 tahun) dengan kurikulum pesantren.
- MA Mu’alimin, pendidikan setingkat madrasah aliyah (3 tahun) dengan kurikulum Kemenag dan tambahan kurikulum pesantren.
- SMP Darussalam, pendidikan umum swasta tingkat menengah pertama (3 tahun) dengan kurikulum Diknas.
- STM-SMK Tekhnik Darussalam, pendidikan tingkat atas kejuruan bidang tekhnik (3 tahun) dengan kurikulum diknas.
- STAI Darussalam, pendidikan tingkat perguruan tinggi jurusan syariah, tarbiyah, dan ushuluddin (4 tahun) dengan kurikulum IAIN/kemenag dan pesantren
- Pondok Tahfidz dan Ilmu-ilmu al-Qur’an, pendidikan khusus menghafal dan kajian ilmu-ilmu Al Qur’an (4 tahun) kurikulum pesantren.
- Ma’had Aly Darussalam, pendidikan lanjutan setingkat perguruan tinggi/diploma (2 tahun) khusus kajian fiqhiyah dengan kitab-kitab klasik sebagai rujukan menggunakan kurikulum pesantren.
- Takahsus Diniyah, pendidikan diniyah khusus bagi orang dewasa yang sudah bekerja menggunakan kurikulum pesantren.
sumber : ppdarussalammtp.blogspot.com ,
author by emha jauhari