Popular Post

Popular Posts

Posted by : Machsada Wednesday, December 10, 2014

Pelanduk jenaka Menundukkan Raja Gajah 
(lanjutan)
 
Setelah sudah maka kelihatan pula suatu pasukan lagi dengan sorak tempiknya seperti halilintar membelah bumi bunyinya itu.

Maka kata raja gajah, "Hai sang kera, siapakah pula yang datang itu?"

Maka sembah raja kera itu, "Ya Tuanku, itulah raja sengala, yang digelari oleh Tuan Syekh Alim di rimba itu, Maharaja Santika'"

Setelah sudah kelihatanlah pula suatu pasukan lagi, dan rupanya pun adalah seperti ranggas terlalu banyaknya di tengah medan, dipandang oleh segala gajah akan isi rimba itu, seperti bunga di karang rupanya. Setelah itu maka ia pun berjalan berbanjar-banjar seperti rupa api, serta dengan berjenis-jenis dan berbagai-bagai barang lakunya itu dan tiada membilangkan lawannya serta dengan tempik dan soraknya.

Hatta maka kelihatan pulalah suatu pasukan. Maka katanya, "Hai sang kera, siapa pula yang datang itu?"

Maka sembah sang kera, "Ya Tuanku, itulah raja yang digelari oleh Tuan Syekh Alim di rimba Maharaja Lawi Rangga 2), yang amat buas melompat-lompat berdahulu-dahuluan, serta dengan tempik soraknya dan terlalu azimat bunyinya itu."

Maka kata raja gajah, "Hai sang kera, siapakah yang datang itu berbagai-bagai lakunya?"

Maka sembah sang kera, "Ya Tuanku, inilah raja badak yang digelari oleh tuan Syekh Alim di rimba itu Maharaja Payuk."

Setelah itu maka datang pula suatu pasukan lagi. Maka kata raja gajah, "Hai sang kera, siapakah yang datang itu yang lakunya tiada sekali-kali membilang lawannya?" Maka sembah raja kera,

"Ya, Tuanku, itulah raja beruang yang digelari oleh Tuan Syekh Alim di rimba Maharaja Sang Guna."

Maka berkata pula raja gajah, seraya tersenyum, "Nama-nama apakah yang digelarkan oleh pelanduk jenaka itu, seumur hidupku belumlah pernah aku mendengar nama yang demikian itu."

Setelah sudah raja gajah itu berkata-kata, maka kelihatanlah pula suatu pasukan gegap gempita bunyinya serta dengan berbagai-bagai rupanya itu terlalu hebat, seraya menakuti kepada segala yang memandang dia.

Maka kata raja gajah, "Hai sang kera, siapakah pula yang datang itu, lakunya itu tiada membilang lawannya?"

Maka sembah sang kera dengan gemetar tulangnya, dan bibirnya gentar berkata-kata dengan takutnya, "Ya, Tuanku, itulah kawan 3) harimau yang digelari oleh pelanduk Jenaka itu Maharaja Syahmar dan Johan Pahlawan Perkasa Agung."

Maka kata raja gajah, "Aku pun heran pula mendengar gelaran harimau itu demikian; sesungguhnya yang empunya nama itu aku dengar ialah Baginda 4), raja segala laki-laki di tengah medan peperangan, maka ia pun pura-pura bernama manusia."

Setelah itu, maka kelihatanlah pula suatu pasukan lagi seperti ombak mengalun rupanya, terlalu banyak rakyatnya tiada terbilang banyaknya itu. Maka kata raja gajah, "Hai sang kera, siapakah yang datang itu, banyak pula rupanya dan terlalu banyak rakyatnya itu?"

Maka sembah sang kera, "Ya, Tuanku, itulah raja kerbau yang digelari oleh pelanduk jenaka itu Maharaja Rama Pasut 5)."

Setelah itu raja gajah pun berkata sambil tertawa-tawa seraya katanya, "Itulah gelaran yang sebenarnya."

Syahdan maka kelihatanlah pula pasukan, terlalu azmat bunyinya itu kedengaran oleh segala isi rimba itu, gemuruh bunyinya seperti topan yang besar. Maka terkejutlah raja gajah itu dan disangkanya gunung roboh.

Maka raja gajah pun heranlah, seraya katanya, "Ada juga rupanya kebesaran pelanduk jenaka itu maka segala isi rimba takluk kepadanya itu. Maka jikalau demikian, baiklah aku coba juga kesaktiannya dan ilmunya itu. Jika aku alah olehnya, takluklah aku kepadanya dan jika aku menang, niscaya aku dipuji oleh segala isi rimba ini."

Setelah raja gajah berpikir demikian itu, maka berkatalah ia kepada raja kera, "Siapakah yang datang ini? Maka tiadalah aku ketahui yang tiada tepermanai banyaknya itu, dengan rakyatnya terlalu azmat bunyinya."

Maka sembah raja kera, "Ya, Tuanku, itulah Tuan Syekh Alim di rimba yang berkenaikan di atas belakang seladang itu dan yang di hadapannya itu raja singa dan yang di kanannya itu bergelar Rambu dan di kirinya itu Jipan 6) dan yang di belakangnya itulah Tuanku Raja Janggi dan lain lagi banyaklah segala raja-raja yang ternama, masing-masing dengan rakyatnya."

Setelah sudah maka ia pun sampailah ke pinggir gunung kepada tempat raja gajah itu.

Kalakian maka Tuan Syekh Alim di rimba pun berhentilah, serta dengan rakyatnya sekalian. Dan seketika lagi, maka raja gajah pun pergilah mendapatkan Tuan Syekh Alim di rimba itu, dengan segala rakyatnya gemuruh bunyinya, seperti tagar membelah langit lalu ke bumi."

Setelah didengar oleh isi rimba sekalian raja gajah itu telah sampai serta berhadapan dengan Tuan Syekh Alim di rimba itu, maka berkatalah Tuan Syekh Alim di rimba kepada raja gajah sedang ia lagi di dalam kahamya, "Hai raja gajah, adapun hamba datang ini kepada tuan hamba hendak memeriksa salah dan benar hamba, jika hamba salah kepada raja, niscaya tampaklah dan jika benar kepada raja gajah tampaklah kebenaran hamba. Apakah kesalahan hamba maka raja gajah mengata-ngatai yang keji-keji itu?"

Maka sahut raja gajah kepada Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai Tuan Syekh Alim, apakah kehendakmu datang kemari ini?"

Maka sahut Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai raja gajah yang pahlawan lagi gagah perkasa, adapun maksud hamba datang kemari ini, hendak bertanya kepada tuan hamba, karena tuan hamba mengata-ngatai hamba dengan kata-kata yang keji-keji. Apakah dosa hamba kepada tuan hamba, maka hamba dikatai demikian?"

Maka sahut raja gajah, "Bahwa sesungguhnyalah hamba mengatai tuan hamba. Maka sekarang ini, apakah kehendak tuan hamba akan hamba ini; adalah hamba menanti kehendak tuan hamba itu."

Maka kata Tuan Syekh Alim di rimba, "Jikalau demikian baiklah kita bercoba dahulu, dan marilah kita berbenteh. Jika kita sudah berbenteh baharulah kita berempas-empas dan jika sudah berempas-empasan itu, maka kita mengadu kesaktian pula; tetapi kita berbenteh dahulu."

Setelah didengar oleh raja gajah akan perkataan Tuan Syekh Alim di rimba mengatakan hendak barbenteh itu, maka ia pun pikir di dalam hatinya, "Tuan Syekh Alim di rimba itu hendak melawan aku berbenteh karena aku lihat kakinya itu terlalu kecil, jikalau seribu sekalipun kakinya itu berhimpun tiadalah sama dengan kakiku besarnya dan tubuhnya pun kecil; tiadalah aku takut melawan; dengan sekali benteh aku pun remuklah tulangnya itu."

Setelah sudah berpikir itu, maka katanya, "Hai Tuan Syekh Alim di rimba, apa-apa lagi kehendak tuan hamba aku turutlah."

Syahdan maka dilihat oleh Tuan Syekh Alim di rimba ada suatu tunggul teras terunjam di tanah, katanya, "Hai raja gajah, marilah kita berbenteh di sini."

Maka sahut raja gajah, "Janganlah kita berbenteh pada tunggul teras itu, karena sempitlah oleh hamba membenteh pada tunggul itu."

Maka sahut Tuan Syekh Alim di rimba, "Adapun gunanya tunggul itu pada hamba akan tempat bertumpu, karena tubuh hamba kecil daripada tuan hamba itu."

Maka kata raja gajah itu, "Baiklah, hamba terimalah bicara tuan hamba, dan hamba turutlah."

Setelah itu maka Tuan Syekh Alim di rimba pun turunlah dari atas belakang seladang hitam itu, seraya katanya, "Hai tuan-tuan sekalian, berdirilah di luar baris itu, supaya boleh engkau sekalian melihat aku berbenteh dengan raja gajah ini dan jangan mendengar khabar daripada orang, menjadi syak tuan-tuan sekalian dan wahamlah aku berbenteh dengan raja gajah ini."

Setelah itu maka berdirilah segala isi rimba itu berkeliling bersaf-saf akan melihat Tuan Syekh Alim di rimba berbenteh dengan raja gajah itu.

Syahdan maka ujar Syekh Alim di rimba kepada raja gajah, katanya, "Sekaranglah kita berbenteh dan hendaklah kita bersaksi dan bersetia dahulu kepada segala isi rimba ini, siapa alah dan siapa menang dan jangan sekali-kali kita berdengki-dengkian."

Maka sahut raja gajah, "Hai Tuan Syekh Alim di rimba, aku berbenteh dengan engkau tiadalah mau dengki dan seumur hidup belumlah pemah aku dengki atau aniaya kepada segala makhluk."

Maka ujar sekalian isi rimba, "Jikalau raja gajah itu dengki, patik semua akan lawannya itu."

Maka Tuan Syekh Alim pun berkata, "Hai tuan-tuan sekalian, lihatlah olehmu akan salah kami keduanya ini, barang siapa yang keluar daripada mulutnya berteriak-teriak, itulah alamat alah. Maka lihatlah oleh tuan hamba kaki hamba, dan kaki raja gajah itu pun demikian juga; itulah permintaan hamba kepada tuan hamba sekalian. Dan barang siapa tiada menurut perkataan itu kena kutuk Wali Allah yang keramat, disambar oleh halilintar dan mati ditimpa oleh gunung yang tinggi,"

Maka sahut segala isi rimba, "Patik kabullah akan kata tuanku itu."

Setelah sudah maka kata Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai raja gajah, bentehlah hamba dahulu oleh tuan hamba."

Setelah didengar oleh raja gajah itu, maka ia pun berkata kepada Tuan Syekh Alim di rimba, katanya, "Tiadalah patut sekali-kali hamba dahulu, karena engkau kecil daripadaku."

Maka ujar Tuan Syekh itu, katanya, "Bentehlah juga."

Maka Tuan Syekh Alim di rimba pun mengunjurkan kakinya serta ditahankannya. Syahdan maka raja gajah itu pun bersegeralah membenteh pelanduk jenaka. Maka oleh Tuan Syekh Alim di rimba dilindungkannya kakinya di balik tunggul teras itu, sehingga tiadalah dilihat oleh raja gajah dan segala binatang itu dari sebab pantasnya itu. Serta lepas benteh raja gajah itu, maka terunjur pula kakinya kembali, seraya digosok-gosoknya dengan ludahnya kakinya itu, serta katanya, "Hai raja gajah, dua kali lagi engkau benteh kakiku ini."

Maka raja gajah pun marah, seraya dijulurkannya belalainya itu lalu dibentehnya dua kali lagi berturut-turut; itu pun demikian juga diperbuat oleh Tuan Syekh Alim di rimba.

Hatta maka dilihat oleh segala isi rimba kaki Tuan Syekh itu tiadalah patah dan di dalam hatinya sangat menahan dibenteh itu. Maka masuklah di dalam hati segala isi rimba itu, bahwa sesungguhnyalah Tuan Syekh Alim di rimba ini beroleh kekuatan daripada Baginda Ali dan beroleh berani daripada Amir Hamzah 7) dan kesaktian daripada Wali Allah dan beberapa dipuji-puji oleh mereka itu akan Tuan Syekh itu.

Setelah raja gajah merasai kakinya itu sakit hampirlah patah rasanya dan tiadalah tertarik lagi maka ujar Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai raja gajah, tahanlah olehmu benteh hamba orang kecil pula; apabila terasa kepada tuan hamba, dan jika tuan hamba pijakkan pula tiadalah berasa lagi kepada tuan hamba."

Setelah itu maka raja gajah pun mengunjurkan kakinya. Maka kata Tuan Syekh Alim di rimba kepada isi rimba, "Hai tuan-tuan sekalian, hendaklah engkau lihat baik-baik dengan adil akan mata dan mulut raja gajah itu."

Syahdan maka Tuan Syekh Alim pun bersegeralah membenteh raja gajah, serta ditikamkannya kukunya yang tajam kepada siratan kuku raja gajah itu. Maka gajah pun merasa terlalu sakit serta hendak diangkatnya kakinya itu tiadalah terangkat lagi, karena sangat bisanya itu.

Kalakian maka raja gajah mengherik serta minta maaf. Maka kata Tuan Syekh itu, "Mengapa engkau hendak mengangkat kakimu itu?"

Maka oleh raja gajah pun tiadalah lagi diangkatnya kakinya itu.

Hatta maka oleh Tuan Syekh Alim di rimba ditikamkannya kuat-kuat, hingga sampai kepada isi siratan kuku raja gajah itu. Maka raja gajah pun tiadalah menderita 8) lagi oleh sangat sakitnya yang tiada terkira-kira itu. Maka hancurlah seraya menjerit dengan sekuat-kuat suaranya, dan terbitlah air matanya sambil menarik kakinya itu.

Maka Tuan Syekh Alim pun segeralah melompat kepada tunggul itu, lalu ia melompat ke atas tengkuknya sampai kepada kepalanya. Maka hendak digigit oleh raja gajah, tetapi segeralah dikoriskan oleh Tuan Syekh Alim di rimba taringnya kepada pangkal telinganya itu. Setelah dirasainya sakit yang terlalu sangat itu, adalah seperti besi yang tajam dirasanya, hendak melepaskan dirinya pun tiada boleh lagi.

Maka sekalian isi rimba itu pun bersoraklah; maka riuh rendahlah bunyinya masing-masing dengan tempiknya.

Setelah itu maka kata Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai raja gajah, apalagi kehendak tuan hamba, katakanlah kepada hamba ini."

Maka sahut raja gajah, 'Tiadalah lagi kehendakku."

Maka kata pelanduk jenaka itu, "Jikalau adalagi kepandaianmu, janganlah tuan hamba sembunyikan kepada hamba ini dan hendaklah tunjukkan."

Syahdan maka pada ketika itu habislah budi bicaranya. Maka katanya, "Telah maklumlah hamba akan tuan hamba, dengan sesungguhnyalah tuan hamba raja dalam rimba ini."

Maka kata Tuan Syekh Alim di rimba, "Bahwa sesungguhnya adapun adat segala raja itu tiada ia mau mengubahkan janji, jikalau mati pun niscaya aiblah namanya pada segala raja-raja isi rimba ini, dan lagi pun ia kena sumpah Wali Allah yang keramat, dan seumur hidupnya itu tiada ia beroleh kebajikan sampai kepada anak cucunya."

Maka sahut raja gajah, "Ya Tuanku, Tuan Syekh Alim di rimba, tiadalah hambamu melalui barang titah tuanku ini, jikalau melalui tiadalah hamba ini beroleh selamat sempurna dan biarlah kena kutuk Wali Allah yang keramat dengan berkat doa Tuanku yang mustajab itu."

Maka kata Tuan Syekh Alim di rimba, "Hai tuan-tuan isi rimba Sekalian, kamu dengarkanlah sumpah setianya raja gajah ini."

Maka sembah segala isi rimba itu, "Hamba junjunglah titah tuanku itu."

Syahdan maka Tuan Syekh Alim pun turunlah dari atas kepala gajah itu, seraya katanya, "Hai raja, tinggallah tuan hamba, karena hamba hendak pulang kembali kepada kosa 9) jenaka itu, karena kata Wali Allah, "Bertapalah engkau lagi, karena belum sampai pertapaanmu itu dan banyak lagi musuhmu dan seterumu. Sekalian isi rimba ini akan datang kepadamu."

Maka sembah raja gajah itu, "Baiklah Tuanku, Tuan Syekh Alim di rimba, patik pun mengiringkan dari belakang duli tuanku."

Setelah sudah maka Tuan Syekh Alim pun kembalilah dengan kemenangannya serta segala isi rimba dengan segala rakyatnya dan balatenteranya pun gegap gempitalah bunyinya, seraya memuji-muji akan Tuan Syekh Alim di rimba itu, katanya, "Bahwa sesungguhnyalah Tuan Syekh Alim ini beroleh kekuatan daripada Baginda Raja Ali, dan daripada Amir Hamzah radiallahu'anhu dan daripada berkat Baginda Ali, maka terlalu mustajab doanya."

Hatta maka beberapa lamanya berjalan itu, maka baginda pun sampailah kepada tempat kosa jenaka itu, dengan segala rakyat dan hulubalangnya itu. Demikianlah adanya.***


Diambil dari Bunga Rampai Hikayat Lama, Sanusi Pane Hal. 30-39


Keterangan:
Banteng.
  1. Lawi = bulu yang panjang dan melengkung, isang; rangga = tanduk rusa, balung
  2. Kumpulan.
  3. Menantu Nahi Muhammad terkenal sakti dalam cerita-cerita segolongan Muslimin
  4. Asalnya: Parasyurama, Rama yang berkapak, dan cerita Hindu: penjelmaan Wsynu sebelum Rama (dari Ramayana. Lihat "Sri Rama mencari Sita Dewi") Raja kerbau disebut Rama Pasut oleh pelanduk jenaka karena bertanduk
  5. Nama bagi tenuk (babi gajah).
  6. Lihat "Amir Hamzah berperang dengan Landahur".
  7. Bedaya. Sekarang biasanya: Menanggung kesakitan, kesengsaraan dan sebagainya derita kata Sangsekerta yang akarnya berarti: menahan.
  8. Alat penghalau gajah atau perbendaharaan; kosa jenaka ialah nama tempat pelanduk jenaka; disebut juga pongsu jataka (pongsu atau pusu artinya bukit kecil, lebih besar busut; jataka artinya kelahiran)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © DAYAK BANJAR - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Machsada Edogawa -