- Home >
- Sejarah dan Hikayat >
- ABU NAWAS DAN TUAN TANAH
Posted by : Machsada
Wednesday, December 10, 2014
Hari
itu puasa Ramadhan menjelang hari keenam. Seperti biasa, Abu Nawas
duduk di beranda depan gubugnya sambil menunggu bedug maghrib tiba.
Sambil memandang langit biru yang mulai nampak senja, Abu Nawas berpikir
bagaimana agar dapur rumahnya agar tetap mengepul.
Sementara itu ada
seorang tuan tanah yang rumahnya tak jauh dari rumah Abu Nawas. Sebagai
tuan tanah tentu saja mempunyai rumah yang besar. Lengkap dengan
seperangkat gudang makanan,lahan peternakan dan kamar. Hampir setiap
orang yang berada didaerah itu bahkan Abu Nawas sendiri bekerja dengan
tuan tanah itu,bekerja keras setiap hari hari tetapi dengan hasil yang
sedikit. Dan bila meminjam bunga denga dirinya maka harus mengembalikan
dengan bunga yang sangat tinggi. Tingkat penghisapanya sangat tinggi.
Dan sebagai mana tuan tanah, dia mempunyai sifat yang pelit, kikir,
tamak dan loba.
Tuan tanah ini mendengar kabar bahwa Abu Nawas mempunyai suatu kepandaian yang aneh. Bila ia meminjam sesuatu maka akan dikembalikan secara lebih, katanya pinjamannya itu beranak. Seperti meminjam seekor ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak. Menarik juga kepandaian Abu Nawas ini pikir sang tuan tanah. Tuan tanah lalu berpikir agar Abu Nawas segera meminjam darinya.
Tuan tanah ini mendengar kabar bahwa Abu Nawas mempunyai suatu kepandaian yang aneh. Bila ia meminjam sesuatu maka akan dikembalikan secara lebih, katanya pinjamannya itu beranak. Seperti meminjam seekor ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak. Menarik juga kepandaian Abu Nawas ini pikir sang tuan tanah. Tuan tanah lalu berpikir agar Abu Nawas segera meminjam darinya.
Secara kebetulan sore itu Abu Nawas ingin meminjam 3 butir telur kapada tuan Tanah itu. Tuan tanah tentu saja senang memberikan pinjaman kepada Abu Nawas karena pinjaman itu akan menjadi banyak karena beranak. Malahan tuan tanah itu menanyakan kepada abu nawas apakah ingin meminjam yang lain. Abu Nawas menjawab tidak perlu. Dia hanya butuh 3 butir telur. Tuan tanah itu bertanya lagi dengan Abu Nawas kapan telur itu akan beranak?Abu nawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.
Lima hari kemudian, Abu Nawas kembali ke rumah tuan tanah itu. Mengembalikan telur menjadi 5 butir. Melihat 5 butir telur betapa senangnya Tuan tanah itu. Tuan tanah lalu menanyakan kepada abu nawas apakah ia akan meminjam lagi. Abu Nawas lalu meminjam piring tembikar sebanyak 2 buah. Tuan tanah itu memberikan dengan senang hati dan berharap piringnya itu menjadi banyak.
Lima hari kemudian Abu
Nawas datang dengan membawa 3 piring tembikar. Walaupun tidak sesuai
dengan yang diharapkan, tetapi hatinya cukup gembira karena dua piring
dulu hanya melahirkan 1 anak saja. Tak apa pikir sang tuan tanah karena
bisa saja orang mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.
Abu Nawas dan Tuan tanah itu sama – sama senang. Maka dari itu tuan tanah itu meminjamkan uang senilai 1000 dinar. Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan – angan bahwa uang yang dipinjam abu nawas nanti akan diapakan karena akan banyak beranak. Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama lima hari, abu nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu nawas juga tidak datang. Saat tuan tanah akan mendatangi rumah Abu Nawas dengan centengnya, Abu Nawas datang. Mulanya tuan tanah gembira tapi sesudah Abu Nawas menjelaskan persoalannya, bukan main marahnya tuan tanah itu.
“Sayang
sekali tuan. Uang yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah tiga
hari kemudian mati mendadak. ”Mendengar kata- kata itu betapa geramnya
tuan tanah. Hampir saja Abu Nawas dihajar centeng tuan tanah. Untung
saja ada teman – teman abu nawas yang baru pulang dari bekerja.
Abu Nawas dan Tuan tanah itu sama – sama senang. Maka dari itu tuan tanah itu meminjamkan uang senilai 1000 dinar. Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan – angan bahwa uang yang dipinjam abu nawas nanti akan diapakan karena akan banyak beranak. Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama lima hari, abu nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu nawas juga tidak datang. Saat tuan tanah akan mendatangi rumah Abu Nawas dengan centengnya, Abu Nawas datang. Mulanya tuan tanah gembira tapi sesudah Abu Nawas menjelaskan persoalannya, bukan main marahnya tuan tanah itu.
Tuan tanah itu
mengadukan kepada pengadilan. Tuan tanah itu berharap Abu Nawas akan
digantung atau bahkan dihukum rajam. Dan, pengadilan pun digelar. Abu
Nawas membeberkan semua duduk permasalahanya. Demikian juga tuan tanah
itu menjelaskan. Pengadilan pun memutuskan cukup rasional (masuk akal).
Kalau sesuatu bisa beranak sudah pasti bisa mati. Dan Abu nawas telah
menjalankan lakonnya dengan baik. Adapun tuan tanah yang tamak itu telah
tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak, pelit.