- Home >
- Info dan Pengetahuan >
- BA-AYUN MULUD: ACARA DAN EVENT SUKU BANJAR
Posted by : Machsada
Monday, December 29, 2014
Upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak adalah salah satu
bagian dari rangkaian upacara daur hidup yang berlaku di dalam tradisi orang-orang
Suku Banjar yang sebagian besar berdomisili di Kalimantan Selatan. Selain
sebagai tradisi yang menjadi rangkaian dari upacara daur hidup urang (orang)
Banjar, upacara Baayun Mulud/Baayun Anak juga dapat dijadikan sebagai sarana
upacara tolak bala.
Acara ini menjadi Even tahunan dan di gelar besar-besaran
oleh masyarakat Tapin, tepat nya di mesjid mukarramah, Banua Halat- Rantau.
MESJID AL-MUKARRAMAH, BANUA HALAT |
Adapun yang beayun bukan hanya bayi tapi juga orang-orang dewasa
Peserta |
1. Asal-usul
Masyarakat Suku Banjar yang mendiami daerah Kalimantan
Selatan dikenal sebagai kelompok suku bangsa yang berkehidupan religius.
Meskipun demikian, urang Banjar juga masih memegang teguh tradisi dan
adat-istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang, terutama terlihat pada
masyarakat yang hidup di pedalaman. Penerapan adat-istiadat tersebut, misalnya,
terlihat pada tahapan siklus kehidupan urang Banjar (dan juga Dayak)
yang dahulu menganut ajaran kepercayaan Kaharingan dengan pola hidup yang
berdasarkan keyakinan kepada ajaran nenek moyang.
Seiring dengan masuk dan berkembangnya ajaran agama Islam
dalam kehidupan urang Banjar, maka terjadilah proses akulturasi antara
ajaran yang dibawa oleh para penyebar agama Islam dengan kebudayaan lokal yang
sudah ada sebelumnya, salah satunya mewujud dalam penyelenggaraan upacara
Baayun Maulid atau Baayun Anak.
Kehidupan masyarakat Banjar mengenal beberapa jenis
upacara adat yang terhimpun dalam bingkai upacara daur hidup. Rangkaian upacara
daur hidup itu sendiri meliputi upacara kehamilan, kelahiran, masa kanak-kanak
menjelang dewasa, perkawinan, dan kematian. Upacara Baayun Mulud/Baayun Anak termasuk
ke dalam upacara yang ditujukan untuk anak-anak menjelang dewasa, tepatnya
ketika usia si anak antara 0-5 tahun.
Sebenarnya, upacara ini telah menjadi ritual wajib yang
sudah menjadi tradisi jauh sebelum ajaran Islam dianut oleh orang-orang Suku Banjar.
Dulu, upacara adat ini dikenal dengan sebutan upacara Baayun Anak. Sejalan
dengan masuknya Islam, maka kemudian upacara Baayun Anak dipadukan dengan
ajaran agama Islam dan lantas disebut dengan istilah Baayun Mulud.
Sebelum beralkulturasi dengan ajaran Islam, upacara
Baayun Anak dilaksanakan sebagai sarana atau media untuk mengenalkan si anak
kepada Datu Ujung, yakni sosok leluhur yang digambarkan sakti mandraguna dan
memiliki pengaruh yang sangat besar. Urang Banjar pada zaman dahulu
meyakini bahwa anak-anak mereka bisa memperoleh keberkatan dalam hidupnya,
tidak mudah menangis, dan terhindar dari segala marabahaya. Untuk itu, pada
zaman dahulu, setiap anak harus melalui upacara Baayun Anak sebagai
tanda penghormatan dan sekaligus memberi persembahan kepada Datu Ujung.
Pada perkembangannya, penerapan upacara adat Baayun Anak
berakulturasi dengan dakwah ajaran Islam. Penghormatan yang sebelumnya
dipersembahkan kepada leluhur, diselaraskan dengan ajaran Islam, yakni agar si
anak dapat mendapat sifat-sifat baik seperti yang dimiliki oleh Nabi Muhammad.
Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi
substansi yang berbeda dengan sebelumnya karena tradisi lama berubah menjadi
tradisi baru yang bernafaskan Islam (Zuljamalie, dalam
http://zuljamalie.blogdetik.com).
Selaras dengan itu, namanya pun berganti dari Baayun Anak
menjadi Baayun Mulud karena ritual adat ini diselenggarakan pada setiap bulan
Mulud/Rabi’ul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad. Ditelisik dari namanya,
istilah “Baayun Mulud” terdiri dari dua kata, yaitu “baayun” dan “mulud”. Kata
“baayun” berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian, atau kegiatan mengayun bayi
yang biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Sedangkan kata
“mulud”, berasal dari bahasa Arab “maulud”, merupakan ungkapan masyarakat Arab
untuk menyebut peristiwa kelahiran Nabi Muhammad. Dengan demikian, istilah
Baayun Mulud mempunyai arti sebagai berikut: “Kegiatan mengayun anak (bayi)
sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad, sang pembawa rahmat bagi
sekalian alam” (http://koran.republika.co.id).
Baayun Anak atau Baayun Mulud adalah proses budaya yang
menjadi salah satu simbol kearifan dakwah ulama Banjar dalam mendialogkan makna
hakiki ajaran agama dengan budaya masyarakat Banjar. Maulid adalah simbol agama
dan menjadi salah satu manifestasi untuk menanamkan, memupuk, dan menambah
kecintaan sekaligus pembumian sosok manusia pilihan, manusia teladan, Nabi
pembawa Islam, untuk mengikuti ajaran dan petuahnya. Sedangkan Baayun Anak
menjadi penterjemahan dari manifestasi tersebut, karena dalam Baayun Anak
terangkum deskripsi biografi Nabi Muhammad sekaligus doa, upaya, dan harapan
untuk meneladaninya (Zuljamalie, dalam http://zuljamalie.blogdetik.com).
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Upacara Baayun Anak sebagai bagian tradisi dakwah Islam
sebenarnya sudah dikenal masyarakat Banjar sejak Kesultanan Banjar resmi
menjadi kerajaan Islam, yakni pada dekade kedua abad ke-14 Masehi. Pada
awalnya, upacara ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga besar
kerajaan yang lahir pada bulan Safar karena bulan ini dipercaya sebagai bulan
yang penuh bala atau malapetaka. Oleh karena itu, untuk menghindari tertimpanya
hal-hal yang tidak diinginkan pada anak, maka si anak wajib diayun sebagai
bentuk ritual tolak bala.
Seiring dengan berjalannya waktu, ritual adat ini juga
populer di kalangan masyarakat kebanyakan, khususnya orang Banjar yang tinggal
di daerah hulu sungai. Peruntukan upacara ini tidak lagi hanya bagi anak lahir
di bulan Safar tapi juga pada anak-anak Banjar yang dilahirkan pada bulan-bulan
lainnya (Zuljamalie, dalam http://zuljamalie.blogdetik.com).
Dalam perkembangannya kemudian, tradisi Baayun Anak
justru lebih dikenal dengan sebutan Baayun Mulud. Tradisi ini rutin
diselenggarakan saban tahun, pada setiap tanggal 12 bulan Mulud atau Rabiul
Awal tahun Hijriyah (dalam penanggalan kalender Islam) untuk menyambut dan
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi). Akan tetapi, jika
upacara Baayun Mulud/Baayun Anak dilaksanakan di luar tanggal tersebut juga diperbolehkan.
Upacara ini biasanya dimulai pada sekitar pukul 10.00 pagi.
Upacara Baayun Mulud dilakukan ketika anak berusia 0-5
tahun. Namun biasanya, saat bayi berusia 40 hari, upacara ini sudah
diselenggarakan. Tempat pelaksanaan tradisi Baayun Anak atau Baayun Mulud ini
ada yang diselenggarakan di rumah, namun bisa juga dilakukan di balai desa,
masjid, atau di tempat yang lapang secara massal.
3. Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara adat Baayun Mulud antara lain sebagai berikut:
a. Ayunan (Baayun)
Ayunan dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung
wanita yang pada ujungnya diikat dengan tali atau pengait. Ayunan ini biasanya
digantungkan pada penyangga ruangan tengah rumah. Pada tali tersebut diikatkan
Yasin, daun jariangau, kacang parang, dan katupat guntur, dengan tujuan sebagai
penangkal jin (mahluk halus) atau penyakit yang dapat mengganggu bayi. Posisi
bayi yang diayun ada yang dibaringkan dan ada pula posisi duduk dengan istilah
“dipukung” (Tumanggung Arga Sandipa Batangga Amas, dalam
http://banuahujungtanah.wordpress.com).
Kain ayunan ini terdiri atas 3 (tiga) lapis. Lapisan
paling atas menggunakan kain sarigading atau sasirangan (kain
tenun khas Banjar). Pada zaman dahulu, kain sasirangan yang bisa
digunakan untuk ayunan dalam upacara Baayun Anak harus bercorak tertentu, yakni
motif bahindang (pelangi). Sedangkan lapisan tengah menggunakan kain
kuning (kain belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan
paling bawah memakai kain bahalai (kain panjang tanpa sambungan
jahitan).
b. Hiasan Ayunan
Hiasan ayunan terdiri dari janur pohon nipah atau pohon
kelapa atau pohon enau. Jenis-jenis hiasan ayunan yang dipersiapkan dalam
pelaksanaan upacara adat Baayun Anak atau Baayun Mulud antara lain berbentuk
tangga puteri, tangga pangeran, payung singgasana, patah kankung, kembang
serai, gelang-gelang atau rantai, dan lain sebagainya.
Hiasan lain yang biasanya ditambahkan dapat berupa buah
pisang, kue cucu, kue cincin, dan hiasan-hiasan lain. Selain itu, pada tali
ayunan juga diberi beraneka macam pernak-pernik hiasan, misalnya anyaman janur
hewan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai,
atau hiasan-hiasan dengan mengunakan buah-buahan dan kue tradisional
(http://kulaan.informe.com).
c. Piduduk
Piduduk adalah syarat
upacara yang berupa bahan-bahan mentah. Bahan-bahan yang termasuk dalam piduduk
antara lain 3,5 liter beras, 1 biji gula merah, sedikit garam (untuk anak
laki-laki) atau sedikit garam ditambah dengan minyak goreng (untuk anak
perempuan).
d. Sesaji
Sesaji adalah perlengkapan atau syarat upacara. Sesaji
yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara adat Baayun Mulud antara lain telur
dan nasi lamak (lakatan) atau nasi ketan bersantan. Sesaji
disajikan di dalam piring yang diisi dengan susunan nasi lamak, kue apem, kue
cucur, inti kelapa, telur ayam rebus, papari, pisang, dan tape ketan.
Sesaji lainnya dan piduduk ditempatkan pada sebuah ember ukuran kecil,
yakni berupa beras, buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya, sebungkus garam,
dan gula merah.
4. Prosesi Upacara
Setelah semua peralatan dan bahan tersedia, maka prosesi
upacara adat Baayun Mulud sudah siap untuk dilakukan. Pelaksanaan upacara ini
biasanya dilangsungkan pada pagi hari. Pertama-tama, ayunan digantungkan di
tempat upacara, yakni di ruangan bagian depan. Sebelumnya, ayunan tersebut
telah diisi dengan batu pipih sebagai pemberat.
Orang-orang yang hendak menyaksikan jalannya upacara
Baayun Mulud ini bisa siapa saja, termasuk warga dari lain kampung. Bahkan,
tidak jarang pula ada orang yang sudah tua ikut upacara ini karena mereka
merasa pada waktu kecil dulu tidak sempat melakukan Baayun Mulud
(http://kulaan.informe.com). Para hadirin upacara ini diatur tata letaknya,
yaitu memadati bagian sisi ayunan. Kaum laki-laki berjajar pada bagian depan
ruang utama masjid atau rumah, tepatnya di barisan depan jajaran ayunan.
Sedangkan tamu perempuan berada di sisi kiri-kanan dan belakang ayunan.
Sementara itu, semua syarat upacara diletakkan di bawah
ayunan. Demikian pula di setiap tiang utama masjid diletakkan piduduk yang
ditempatkan pada dua buah piring makan, yakni beras kuning dengan inti kelapa
yang diletakkan tepat di tengah-tengahnya.
Setelah semua siap, maka dimulailah acara pembacaan Kitab
Maulid Nabi. Naskah syair-syair yang dibacakan tergantung pada keinginan
bersama. Prosesi dimulai dengan pembacaan Syair Maulid yang dipimpin
oleh seorang Tuan Guru (ulama) dengan diiringi irama tetabuhan rebana.
Syair-syair Maulid yang umum dibawakan pada acara Baayun Anak seperti syair Mawlud
Barjanzi, Mawlud Syaraf al-Anam, atau Mawlud al-Dayba’i.
(Amas, dalam http://banuahujungtanah.wordpress.com).
Saat syair-syair itu dibacakan, tepatnya ketika akan
memasuki kalimat asyraqal, anak yang akan diayun dibawa ke tempat
upacara. Setelah batu pipih yang tadi diletakkan di dalam ayunan dikeluarkan,
maka barulah anak tersebut dimasukkan ke dalam ayunan. Pada saat yang sama,
yakni ketika memasuki kalimat asyraqal, semua hadirin berdiri sebagai
bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad karena saat-saat itulah dipercaya
bahwa ruh Nabi Muhammad hadir untuk menebar berkah bagi semua orang yang ada di
situ (Amas, dalam http://banuahujungtanah.wordpress.com).
Sembari para hadirin berdiri, anak yang berada di dalam
ayunan itu mulai diayun-ayunkan secara perlahan-lahan, yakni dengan menarik
sehelai selendang yang sebelumnya telah dikaitkan pada pangkal ayunan (Data
dari Museum Lambung Mangkurat). Dalam tradisi urang Banjar, dikenal dua
macam cara mengayun, yakni mengayun biasa dan mengayun badundang.
Mengayun biasa adalah mengayun dengan mengayun-ayunka ayunan secara lepas,
sedangkan mengayun badundang adalah mengayun dengan cara memegang tali
ayunan (Amas, dalam http://banuahujungtanah.wordpress.com).
Ketika momen pembacaan kalimat asyraqal
berlangsung, ibu si anak yang sedang diayun itu turut khidmat dan ikut
melafalkan lantunan kalimat syair sambil mengangkat anaknya ke pangkuan. Pada
waktu yang bersamaan, Tuan Guru yang memimpin pembacaan syair berjalan ke arah
ibu si anak untuk memberikan tapung tawar kepada si anak.
Tapung tawar adalah tahap prosesi dalam memberi berkat dengan mengusap jidat anak dan
memercikannya dengan air khusus yang biasanya disebut dengan air tutungkal.
Air ini terdiri dari campuran air, minyak buburih, dan rempah-rempah. Setelah
selesai prosesi tapung tawar, para hadirin duduk kembali. Pembacaan doa
dilakukan dengan pengulangan sebanyak 7 (tujuh) kali. Setelah tapung tawar, ada
sejumlah kalangan tertentu yang melanjutkan upacara ini dengan prosesi naik
turun tangga manisan tebu atau acara batumbang, namun ada juga yang
langsung ke acara penutup.
Prosesi upacara Baayun Mulud ditutup dengan pembacaan doa
yaitu doa Khatam al-Mawlud. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan
ayat-ayat suci Alquran dan diakhiri dengan ceramah yang disampaikan oleh
seorang ulama. Setelah semua rangkaian acara dilaksanakan, maka tiba saatnya
bagi seluruh hadirin untuk menyantap makanan bersama-sama (Amas, dalam
http://banuahujungtanah.wordpress.com).
5. Pantangan dan Larangan
Dalam pelaksanaan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak,
terdapat beberapa pantangan atau larangan yang hingga kini masih dipatuhi. Pantangan-pantangan
tersebut antara lain:
·
Hiasan janur tidak diperbolehkan berbentuk burung.
·
Anak yang sedang diayun tidak boleh dalam keadaan tertidur sewaktu upacara
Baayun Mulud/Baayun Anak sedang berlangsung.
·
Ada sejumlah kalangan yang tidak memperbolehkan kaum wanita memasuki ruang
tempat di mana upacara Baayun Mulud/Baayun Anak dilaksanakan, namun ada juga
yang memperbolehkan dengan menempatkan kaum perempuan di sisi kiri, kanan, dan
belakang ayunan.
6. Nilai-nilai
Pelaksanaan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak, yang
kemudian berpadu dengan kebudayaan Islam, mengandung nilai-nilai sebagai
berikut:
·
Meneladani dan mengambil berkah atas keluhuran dan kemuliaan yang dimiliki
oleh Nabi Muhammad.
·
Wujud nyata kearifan lokal dalam menterjemahkan hadits dan perintah
Nabi untuk menuntut ilmu sejak dari buaian (ayunan). Ilmu yang dituntut adalah
ilmu yang telah dianjurkan oleh Nabi, yakni mencakup ilmu dunia dan ilmu
akhirat.
·
Dalam pelaksanaan upacara ini terkandung harapan agar si anak yang diayun
selalu mendapat kebaikan dalam menempuh kehidupan yang selanjutnya.
·
Sebagai bentuk pelestarian tradisi leluhur namun dengan tetap menjaga
nilai-nilai keislaman.
·
Sebagai salah satu upaya untuk mewariskan dan mengenalkan tradisi urang
Banjar kepada generasi muda penerus bangsa.
Selain itu, doa-doa dan berbagai perlengkapan yang
digunakan dalam upacara adat Baayun Mulud/Baayun Anak juga memuat nilai-nilai
tertentu. Misalnya, susunan bahan-bahan dalam piduduk, antara lain beras
dimaksudkan agar paras muka si anak menjadi lebih rupawan, kelapa dan gula
memuat maksud supaya tutur kata si anak menjadi halus dan senantiasa
berkata-kata manis (baik), garam dengan harapan agar pembawaan si anak menjadi
berwibawa, dan minyak goreng (bagi anak perempuan) ditujukan supaya si anak
menjadi orang yang peka terhadap sekitarnya.
7. Penutup
Upacara Baayun Mulud atau yang juga dikenal dengan
sebutan Baayun Anak merupakan tradisi yang mencerminkan transformasi atau
perubahan budaya dari keyakinan lama (kepercayaan kepada ajaran leluhur) ke
kebudayaan yang dibawa oleh ajaran Islam dan menjadi agama kemudian dianut oleh
mayoritas urang Banjar. Namun, perubahan budaya tersebut berlangsung
dengan damai dengan tetap menghargai dan mengakomodasi budaya lama yang sudah
terlanjur menjadi pegangan hidup masyarakatnya (Data dari Museum Lambung
Mangkurat).
Baayun Mulud atau Baayun Anak merupakan sebuah tradisi
yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk menyampaikan ajaran Islam dengan
mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup
masyarakat setempat. Dakwah kultural memang menghendaki adanya kecerdikan dalam
memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan
yang terkandung dalam dakwah Islam (http://koran.republika.co.id).
Dengan demikian, upacara adat Baayun Mulud atau Baayun
Anak sudah menjadi salah satu simbol pertemuan antara tradisi dan ajaran agama.
Mengayun anak, jelas sebuah tradisi lokal yang dilakukan oleh masyarakat Banjar
dan Dayak secara turun-temurun dari dulu hingga sekarang untuk menidurkan
anak-anak. Sedangkan memberi nama anak, berdoa, membaca shalawat, membaca
Alquran, dan silaturrahmi merupakan anjuran dan perintah agama Islam. Kedua
ritus ini secara harmoni telah bersatu dalam kegiatan Baayun Mulud/Baayun Anak,
yang bahkan secara khusus dilaksanakan sebagai peringatan sekaligus
penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad (Zuljamalie, dalam
http://zuljamalie.blogdetik.com).
Pada masa sekarang ini, tradisi Baayun Mulu atau Baayun
Anak kerap diselenggarakan secara massal dan dijadikan agenda budaya tahunan
khas Kalimantan Selatan. Salah satunya seperti yang dihelat di Museum Lambung
Mangkurat, Kabupaten Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, rutin setiap
tahun sekali sebagai salah satu sarana untuk menyebarluaskan informasi secara
langsung dalam bentuk peragaan pagelaran adat budaya yang Islami (Data dari
Museum Lambung Mangkurat).
Sumber: melayu-online